Rabu, 18 Mei 2016

ENAM BEKAL PENUNTUT ILMU

Ketika aku masih belajar di Madrasah tepatnya di MI Miftahul Huda Ketuwan, Teringat nasehat yang indah dalam nadhom kitab Alala yang menjadi kegiatan rutinitas di madrasah kami jika akan memulai pelajaran akhlaq semua siswa melafalkan nadhomannya yanitu tentang masalah Ilmu, Amal, Dakwah dan Istiqomah. Di bab Ilmu disampaikan tentang keutamaan ilmu (ilmu agana tentunya), bagaimana mendapatkannya, dan sebuah nasehat dari ulama besar Islam “Imam Syafi’I kepada para penuntut ilmu. Aku slalu berusaha menghafalkan nadhom yang ada dikitab Alala, supaya aku selalu termotivasi dalam menuntut ilmu. Yaitu enam bekal yang harus dimiliki para penuntut ilmu, agar dapat meraih kesuksesan dalam menuntut ilmu. Nadhom yang menjelaskan tentan enam bekal penuntut ilmu yaitu :

  أَلاَلاَ تَنَالُ العِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَـجْمُـوْعِـهَا بِبَيَانِ: ذُكَاءٍ وَحِرْصٍ وَاصْطِـبَارٍ وَبُلْغَـةٍ وَاِرْشَـادِ اُسْـتَاذٍ  وَطُوْلِ زَمَانٍ
 
“ingatlah ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara diantaranya :

1. Kecerdasan . Kecerdasan yang ada pada diri seseorang terkadang memang sudah sebagai perangai yang Allah berikan kepadanya. Terkadang kecerdasan ada karena memang harus diusahakan. Bagi orang yang sudah memiliki kecerdasan maka tinggal menguatkannya, namun apabila belum punya hendaknya ia melatih jiwanya untuk berusaha mendapatkan kecerdasan tersebut. Kecerdasan adalah sebab di antara sebab-sebab yang paling kuat membantu seseorang menggapai ilmu, memahami, menghafalnya, dan mengamalkannya.
2. Semangat untuk mendapatkan Ilmu.Seseorang apabila mengetahui nilai pentingnya sesuatu pasti ia akan berusaha dengan semangat untuk mendapatkannya. Sedangkan ilmu adalah sesuatu yang paling berharga yang dicari oleh setiap orang. Penuntut ilmu hendaknya memiliki jiwa semangat untuk menghafal dan memahami ilmu , duduk bermajelis dengan para ulama dan mengambil ilmu langsung dari mereka, memperbanyak membaca, menggunakan umur dan waktunya semaksimal mungkin serta menjadi orang yang paling pelit menyia-nyiakan waktunya.
3. Bersungguh-sungguh dalam menuntut Ilmu. Menjauhi segala bentuk kemalasan dan kelemahan serta berjihad melawan hawa nafsu dan setan itu senantiasa merintangi dan melemahkan semangat dalam menuntut ilmu.Penuntut ilmu harus bersungguh-sungguh dalam belajar, harus tekun. Seperti yang diisyaratkan dalam Al Qur’an, ”Dan orang-orang yang berjihad/berjuang sungguh-sungguh untuk mencari(keridhaanku), maka benar-benar Aku akan menunjukan mereka kepada jalan-jalan menuju keridhaan-Ku”. Dikatakan barang siapa bersungguh-sunggh mencari sesuatu tentu akan mendapatkanya. Dan siapa saja yang mau mengetuk pintu, dan maju terus, tentu bisa masuk.
  Penuntut ilmu harus mengulang-ulang pelajarannya pada awal malam dan akhir malam. Yaitu antara Isya’ dan waktu sahur, karena saat-saat tersebut diberkahi.
Para pelajar harus memanfaatkan masa mudanya untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Perhatikan bait syair ini, ”Dengan kadar kerja kerasmulah, kamu akan diberi apa yang akan menjadi cita-citamu. Orang yang sukses, harus sedikit mengurangi tidur malam. Gunakan masa mudamu sebaik-baiknya, karena masa muda adalah kesempatan yang tidak akan pernah terulang.” 
4. Memiliki Bekal yang cukup. Para ulama jaman dahulu rela mengorbankan harta bendanya untuk melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu. Abu Hatim yang menjual bajunya untuk dapat menuntut Ilmu, Imam Malik bin Anas menjual kayu atap rumahnya untuk bisa menuntut ilmu, bahkan Al Hamadzan Al Atthar, seorang syaikh dari Hamadzan menjual seluruh warisannya untuk biaya menuntut ilmu.Penunutut ilmu mencurahkan segala kemampuan baik materi atau apapun yang ia miliki hingga ia menggapai cita-citanya hingga ia mumpuni dalam bidang keilmuan dan kekuatannya: baik hafalan, pemahaman maupun kaidah dasarnya.
5. Memiliki Guru Pembimbing. Seorang penuntut ilmu harus memiliki guru pembimbing. agar kokoh dalam menuntut ilmu hendaknya ia membangunnya di atas dasar-dasar yang benar, hendaknya ia bermajelis dengan para ulama dan guru, mengambil ilmu langsung dari lisan mereka. Sehingga ia menuntut ilmu di atas kaidah-kaidah yang benar, mampu mengucapkan dalil-dalil dari nash Al Qur’an dan Al Hadist dengan pelafadzan yang shahih tanpa ada kesalahan dan kekeliruan dan dapat memahami ilmu dengan pemahaman yang benar sesuai yang diinginkan (oleh Allah dan Rasulnya). Terlebih lagi dengan hal itu kita bisa mendapatkan faedah dari seseorang yang ‘alim berupa adab, akhlaq dan sikap wara’.
6. Masa yang Panjang. Seorang penuntut ilmu jangan sampai menyangka bahwa menuntut ilmu itu cukup hanya dengan sehari atau dua hari, setahun atau dua tahun. Karena sesungguhnya menuntut ilmu membutuhkan kesabaran bertahun-tahun.

NAFISAH DAN IBUNYA

Ketika umur Nafisah genap enam tahun ibunya menawarkan kepadanya untuk belajar di salah satu Madrasah Islam untuk putrinya. akan tetapi ia menolak dan berkata " apa manfaat dari sekolah itu wahai ibuku ? lebih baik aku tinggal disini aja di dalam rumah dan bermain dengan boneka dan mainan-mainanku ibu." Maka ibunya menjawab, " Kasihan engkau wahai putriku . sesungguhnya engkau belum mengetahui manfaat -manfaat belajar di Madrasah, karena kau masih kecil. maka dengarkanlah nasehatku ini; kau harus pergi belajar ke Madrasah setiap hari  agar kau mengetahui kewajiban-kewajibanmu terhadap Allah,Rasul-rasul Allah dan terhadap ayah ibumu serta semua orang. selain itu agar kau memiliki akhlaq yang baik dan mengetahui ilmu-ilmu yang berguna untuk menjadikan persiapanmu di dunia dan akhirat. karena menuntut ilmu itu adalah kewajiban semua kaum muslim laki-laki dan perempuan. ketahuilah bahwa waktuyang sesuai untuk belajar adalah waktumu sekarang. maka rajinlah dalam menuntut ilmu dan jangan menyia-nyiakan waktumu sehingga engkau akan menyesal dikemudian hari.
jika melewatkan atau mengabaikan waktu muda dari mencari ilmu maka kita sudah disamakan dengan orang yang sudah mati. Ilmu adalah Salah satu nikmat terbesar yang Allah berikan kepada kita, sebuah karunia dari Allah untuk kita yang tak ternilai harganya bahkan ini yang membedakan antara diri kita sebagai manusia dengan (maaf) binatang adalah AKAL, dan makanan akal ini adalah ILMU, maka tanpa ILMU akan tidak akan hidup, akal tidak akan berjalan dengan semestinya.
Salah satu yang menjadikan seseorang mulia dibanding yang lain adalah keilmuan yang dimiliki. Orang yang berilmu akan diakui keberadaannya, bahkan dia hidup lebih lama dari usia hidupnya didunia. Walaupun dirinya telah tiada, namun keberadaannya tetap ada melalui wasilah ilmu yang dimilikinya. Contohnya adalah Imam syafi’i dan ulama-ulama lainnya yang dirinya telah tiada puluhan bahkan ratusan yang lalu namun keberadaannya tetap ada dan berguna manfaat hingga hari ini. Namanya selalu dikenang, kitab karyanya jadi pegangan bagi anak-anak muda yang haus akan ilmu.
Setelah Nafisah mendengarkan nasehat ibunya, ia segera pergi ke Madrasah dengan gembira dan mengharuskan dirinya bersungguh-sungguh serta giat sehingga ia menjadi murid yang terbaik akhlaqnya dan terpandai dalam pelajarannya serta paling dicintai oleh gurunya dan temannya karna akhlaqnya.

Selasa, 17 Mei 2016

RANTAI EMAS



'‎Petuah, Pandangan dan Pemikiran KH. Maimoen Zubair

Rantai Emas
Oleh: Dzikri Fauqi Agbas

Segala apapun di dunia dan di akhirat, harus dihadapi dengan ilmu. Ingin meraih kesuksesan di dunia, harus dengan ilmu. Memperoleh kemuliaan di akhirat, tak lepas lantaran adanya ilmu. Mendapat kebahagiaan pada keduanya, juga menuntut andilnya ilmu. Sebagaimana dikatakan:

من اراد الدنيا فعليه بالعلم ومن اراد الاخرة فعليه بالعلم ومن ارادهما فعليه بالعلم

Hal tersebut meniscayakan adanya perbedaan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat, meskipun keduanya sama-sama memberikan kemanfaatan bagi pemiliknya.
Yang pertama kemanfaatannya hanya sebatas di dunia sedang yang kedua kemanfaatannya lebih di peruntukkan pada kehidupan setelah ini, fase akhirat. Bahkan tidak menuntut kemungkinan dapat mendatangkan kemanfaatan dunia dan akhirat.
Islam merupakan agama yang didasarkan oleh ilmu. Dibangun dari nilai-nilai pendidikan. Dilandasi pemikiran yang jernih dan jauh dari takhayul.

Ilmu yang mendasari Islam ini adalah ilmu yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ilmu yang akan mengantarkan seseorang kepada sang pencipta. Ilmu yang bersumber dari Tuhan semesta alam.
Pada kenyataanya, ilmu ini mendapat "pengkajian" khusus dari Allah. Yakni yang selanjutnya dikenal dengan istilah "rantai emas" (silsilatuz-zahab). Dimulai dari Allah kepada Jibril. Kemudian Jibril kepada Nabi. Nabi kepada shahabat. Begitu selanjutnya.
Inayah robbaniyyah ini bagai menginformasikan kepada kita bahwa untuk bisa dekat dengan Allah, seseorang mesti mengambil jalur tersebut. Menjadi salah satu bagian dari runtutan rantai emas. Atau minimal berpegangan pada rantai itu. Sebab, jalur inilah yang memiliki hubungan sampai kepada Nabi.

Setelah wafatnya Nabi, rata-rata ilmu dilanjutkan para shahabat. Pada masa shahabat ini, tidak semuanya melakukan inisiatif kebijakan hukum baru (Ijtihad) apabila terjadi permasalahan. Oleh karena itu, orang-orang masih dalam satu suara di bawah pimpinan yang dikenal dengan khulifa' Rasyidin, (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, Radliallahu 'Anhum).

Ijtihad itu hanya dilakukan beberapa shahabat utama. Misalnya pengumpulan mushaf yang dikerjakan pada masa khalifah Utsman bin Affan. Tarawih berjama'ah pada masa Umar. Adzan dua kali pada masa Utsman bin affan. Pengkosepan ilmu nahwu pada masa syayyidina Ali dan seterusnya.

Kebijakan-kebijakan baru para shahabat-khususnya khulafa' Rosyidin ini tidaklah bertentangan dengan larangan Nabi agar tidak membuat hal baru dalam agama. Sebab yang termasuk di dalam larangan tersebut bukanlah semua hal yang tidak ada pada zaman Nabi. Melainkan hal baru yang bertentangan dengan prinsip agama.
Walaupun masih ada kemungkinan kekeliruan dalam berijtihad, namun tak ada salahnya mereka tetap dijadikan tauladan setelah Nabi. Sebab, generasi shahabat bukanlah orang-orang biasa. Mereka semua adalah generasi pilihan. Generasi yang mengiringi dan merekan risalah nabawiyyah. Generasi yang tingkat keimanannya di atas rata-rata. Mereka sangat berhati-hati dalam melangkah. Hingga di antara mereka ada yang memperoleh jaminan masuk surga. Semoga Allah merindhoi mereka semua.

Oleh sebab itu, tak heran apabila Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam berpesan kepada umatnya untuk berpegangan dan mengikuti para shahabatnya setelah belialu wafat. Nabi bersabda:

اقتدوا بالذين بعدي ابي بكر وعمر 

Sabdanya yang lain:

عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين من بعدي. عضوا عليها بالنواجذ

Lalu muncul istilah ahlus-sunnah wal jama'ah. Ahlussunah adalah mereka yang melestarikan sunnah Nabi. Sedangkan jama'ah adalah jama'atus-shahabah, mereka yang mengikuti para shahabat.
Benar saja, dari pada shahabat ini muncul para ulama besar. Imam-imam yang keberadaannya diakui dunia. Kemudian, mempunyai murid-murid yang merupakan bagian-bagian yang menyusun rantai emas.

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam mempunyai murid yang sekaligus menjadi budaknya bernama Nafi'. Dari iman nafi' ini keluarlah orang paling alim di kota Madinah. Beliau adalah imam Malik. Ini mengisyaratkan bahwa kedudukan di dunia tidak dapat menentukan seseorang menjadi alim. Ilmu tidak memihak orang-orang kaya atau mereka yang berpangkat. Ilmu akan memberikan dirinya hanya kepada orang yang bersungguh-sungguh, siapapun dia.

Selanjutnya, menyerap ilmu imam Malik, ialah salah satu imam empat yang paling banyak penganutnya sampai sekarang, imam Syafi'i.
Berikutnya imam Syafi'i membimbing salah satu muridnya yang hingga saat ini keabsahan kitab karangannya menempati urutan kedua setelah Al-Qur'an. Beliau adalah imam Bukhary. Imam Bukhary mempunyai murid seorang imam hadist, imam Muslim. Kemudian dilanjutkan oleh imam Abi Daud, seorang ahli fiqih. Dari Abu Daud muncul imam Nasa'i.

Mulai dari Nabi Muhammad, Ibnu Umar, Nafi', imam Malik, imam Syafi'i, imam Bukhary, imam Muslim, imam Abi Daud dan imam Nasa'i, ini semua yang disebut silsilatudz-zahab.
Agaknya mustahil seseorang mampu dekat dengan Allah tanpa "SEDIKITPUN" menyerap setetes ilmu yang bersumber dari jalur emas ini. Sebab, hanya ilmu yang bersumber dari Allah yang mampu mendatangkan rasa takut serta ta'dhim, sehingga bersemilah bunga-bunga iman.

Sumber: http://www.ppalanwar.com/news/306/63/Rantai-emas/d,detail_news_mawaidl/‎'
Petuah, Pandangan dan Pemikiran KH. Maimoen Zubair

Rantai Emas
Oleh: Dzikri Fauqi Agbas

Segala apapun di dunia dan di akhirat, harus dihadapi dengan ilmu. Ingin meraih kesuksesan di dunia, harus dengan ilmu. Memperoleh kemuliaan di akhirat, tak lepas lantaran adanya ilmu. Mendapat kebahagiaan pada keduanya, juga menuntut andilnya ilmu. Sebagaimana dikatakan:

من اراد الدنيا فعليه بالعلم ومن اراد الاخرة فعليه بالعلم ومن ارادهما فعليه بالعلم

Hal tersebut meniscayakan adanya perbedaan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat, meskipun keduanya sama-sama memberikan kemanfaatan bagi pemiliknya.
Yang pertama kemanfaatannya hanya sebatas di dunia sedang yang kedua kemanfaatannya lebih di peruntukkan pada kehidupan setelah ini, fase akhirat. Bahkan tidak menuntut kemungkinan dapat mendatangkan kemanfaatan dunia dan akhirat.
Islam merupakan agama yang didasarkan oleh ilmu. Dibangun dari nilai-nilai pendidikan. Dilandasi pemikiran yang jernih dan jauh dari takhayul.

Ilmu yang mendasari Islam ini adalah ilmu yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ilmu yang akan mengantarkan seseorang kepada sang pencipta. Ilmu yang bersumber dari Tuhan semesta alam.
Pada kenyataanya, ilmu ini mendapat "pengkajian" khusus dari Allah. Yakni yang selanjutnya dikenal dengan istilah "rantai emas" (silsilatuz-zahab). Dimulai dari Allah kepada Jibril. Kemudian Jibril kepada Nabi. Nabi kepada shahabat. Begitu selanjutnya.
Inayah robbaniyyah ini bagai menginformasikan kepada kita bahwa untuk bisa dekat dengan Allah, seseorang mesti mengambil jalur tersebut. Menjadi salah satu bagian dari runtutan rantai emas. Atau minimal berpegangan pada rantai itu. Sebab, jalur inilah yang memiliki hubungan sampai kepada Nabi.

Setelah wafatnya Nabi, rata-rata ilmu dilanjutkan para shahabat. Pada masa shahabat ini, tidak semuanya melakukan inisiatif kebijakan hukum baru (Ijtihad) apabila terjadi permasalahan. Oleh karena itu, orang-orang masih dalam satu suara di bawah pimpinan yang dikenal dengan khulifa' Rasyidin, (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, Radliallahu 'Anhum).

Ijtihad itu hanya dilakukan beberapa shahabat utama. Misalnya pengumpulan mushaf yang dikerjakan pada masa khalifah Utsman bin Affan. Tarawih berjama'ah pada masa Umar. Adzan dua kali pada masa Utsman bin affan. Pengkosepan ilmu nahwu pada masa syayyidina Ali dan seterusnya.

Kebijakan-kebijakan baru para shahabat-khususnya khulafa' Rosyidin ini tidaklah bertentangan dengan larangan Nabi agar tidak membuat hal baru dalam agama. Sebab yang termasuk di dalam larangan tersebut bukanlah semua hal yang tidak ada pada zaman Nabi. Melainkan hal baru yang bertentangan dengan prinsip agama.
Walaupun masih ada kemungkinan kekeliruan dalam berijtihad, namun tak ada salahnya mereka tetap dijadikan tauladan setelah Nabi. Sebab, generasi shahabat bukanlah orang-orang biasa. Mereka semua adalah generasi pilihan. Generasi yang mengiringi dan merekan risalah nabawiyyah. Generasi yang tingkat keimanannya di atas rata-rata. Mereka sangat berhati-hati dalam melangkah. Hingga di antara mereka ada yang memperoleh jaminan masuk surga. Semoga Allah merindhoi mereka semua.

Oleh sebab itu, tak heran apabila Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam berpesan kepada umatnya untuk berpegangan dan mengikuti para shahabatnya setelah belialu wafat. Nabi bersabda:

اقتدوا بالذين بعدي ابي بكر وعمر

Sabdanya yang lain:

عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين من بعدي. عضوا عليها بالنواجذ

Lalu muncul istilah ahlus-sunnah wal jama'ah. Ahlussunah adalah mereka yang melestarikan sunnah Nabi. Sedangkan jama'ah adalah jama'atus-shahabah, mereka yang mengikuti para shahabat.
Benar saja, dari pada shahabat ini muncul para ulama besar. Imam-imam yang keberadaannya diakui dunia. Kemudian, mempunyai murid-murid yang merupakan bagian-bagian yang menyusun rantai emas.

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam mempunyai murid yang sekaligus menjadi budaknya bernama Nafi'. Dari iman nafi' ini keluarlah orang paling alim di kota Madinah. Beliau adalah imam Malik. Ini mengisyaratkan bahwa kedudukan di dunia tidak dapat menentukan seseorang menjadi alim. Ilmu tidak memihak orang-orang kaya atau mereka yang berpangkat. Ilmu akan memberikan dirinya hanya kepada orang yang bersungguh-sungguh, siapapun dia.

Selanjutnya, menyerap ilmu imam Malik, ialah salah satu imam empat yang paling banyak penganutnya sampai sekarang, imam Syafi'i.
Berikutnya imam Syafi'i membimbing salah satu muridnya yang hingga saat ini keabsahan kitab karangannya menempati urutan kedua setelah Al-Qur'an. Beliau adalah imam Bukhary. Imam Bukhary mempunyai murid seorang imam hadist, imam Muslim. Kemudian dilanjutkan oleh imam Abi Daud, seorang ahli fiqih. Dari Abu Daud muncul imam Nasa'i.

Mulai dari Nabi Muhammad, Ibnu Umar, Nafi', imam Malik, imam Syafi'i, imam Bukhary, imam Muslim, imam Abi Daud dan imam Nasa'i, ini semua yang disebut silsilatudz-zahab.
Agaknya mustahil seseorang mampu dekat dengan Allah tanpa "SEDIKITPUN" menyerap setetes ilmu yang bersumber dari jalur emas ini. Sebab, hanya ilmu yang bersumber dari Allah yang mampu mendatangkan rasa takut serta ta'dhim, sehingga bersemilah bunga-bunga iman.

Sumber: http://www.ppalanwar.com/news/306/63/Rantai-emas/d,detail_news_mawaidl/

Minggu, 26 Oktober 2014

Majlis Dirosah wal Musyawaroh (MDM): 114. TERJEMAH KITAB FATHUL MU'IN: BAB. MAQADIMAH

Majlis Dirosah wal Musyawaroh (MDM): 114. TERJEMAH KITAB FATHUL MU'IN: BAB. MAQADIMAH: بسم الله الرحمن الرحيم ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺍﻟﻔﺘﺎﺡ ﺍﻟﺠﻮﺍﺩ، ﺍﻟﻤﻌﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﻔﻘﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﻦ ﺍﺧﺘﺎﺭﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩ، ﻭﺃﺷﻬﺪ ﺃﻥ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺍﻟﻠﻪ، ﺷﻬﺎﺩﺓ ﺗﺪﺧﻠﻨﺎ ﺩ...