Petuah, Pandangan dan Pemikiran KH. Maimoen Zubair
Rantai Emas
Oleh: Dzikri Fauqi Agbas
Segala apapun di dunia dan di akhirat, harus dihadapi dengan ilmu. Ingin meraih kesuksesan di dunia, harus dengan ilmu. Memperoleh kemuliaan di akhirat, tak lepas lantaran adanya ilmu. Mendapat kebahagiaan pada keduanya, juga menuntut andilnya ilmu. Sebagaimana dikatakan:
من اراد الدنيا فعليه بالعلم ومن اراد الاخرة فعليه بالعلم ومن ارادهما فعليه بالعلم
Hal tersebut meniscayakan adanya perbedaan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat, meskipun keduanya sama-sama memberikan kemanfaatan bagi pemiliknya.
Yang pertama kemanfaatannya hanya sebatas di dunia sedang yang kedua kemanfaatannya lebih di peruntukkan pada kehidupan setelah ini, fase akhirat. Bahkan tidak menuntut kemungkinan dapat mendatangkan kemanfaatan dunia dan akhirat.
Islam merupakan agama yang didasarkan oleh ilmu. Dibangun dari nilai-nilai pendidikan. Dilandasi pemikiran yang jernih dan jauh dari takhayul.
Ilmu yang mendasari Islam ini adalah ilmu yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ilmu yang akan mengantarkan seseorang kepada sang pencipta. Ilmu yang bersumber dari Tuhan semesta alam.
Pada kenyataanya, ilmu ini mendapat "pengkajian" khusus dari Allah. Yakni yang selanjutnya dikenal dengan istilah "rantai emas" (silsilatuz-zahab). Dimulai dari Allah kepada Jibril. Kemudian Jibril kepada Nabi. Nabi kepada shahabat. Begitu selanjutnya.
Inayah robbaniyyah ini bagai menginformasikan kepada kita bahwa untuk bisa dekat dengan Allah, seseorang mesti mengambil jalur tersebut. Menjadi salah satu bagian dari runtutan rantai emas. Atau minimal berpegangan pada rantai itu. Sebab, jalur inilah yang memiliki hubungan sampai kepada Nabi.
Setelah wafatnya Nabi, rata-rata ilmu dilanjutkan para shahabat. Pada masa shahabat ini, tidak semuanya melakukan inisiatif kebijakan hukum baru (Ijtihad) apabila terjadi permasalahan. Oleh karena itu, orang-orang masih dalam satu suara di bawah pimpinan yang dikenal dengan khulifa' Rasyidin, (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, Radliallahu 'Anhum).
Ijtihad itu hanya dilakukan beberapa shahabat utama. Misalnya pengumpulan mushaf yang dikerjakan pada masa khalifah Utsman bin Affan. Tarawih berjama'ah pada masa Umar. Adzan dua kali pada masa Utsman bin affan. Pengkosepan ilmu nahwu pada masa syayyidina Ali dan seterusnya.
Kebijakan-kebijakan baru para shahabat-khususnya khulafa' Rosyidin ini tidaklah bertentangan dengan larangan Nabi agar tidak membuat hal baru dalam agama. Sebab yang termasuk di dalam larangan tersebut bukanlah semua hal yang tidak ada pada zaman Nabi. Melainkan hal baru yang bertentangan dengan prinsip agama.
Walaupun masih ada kemungkinan kekeliruan dalam berijtihad, namun tak ada salahnya mereka tetap dijadikan tauladan setelah Nabi. Sebab, generasi shahabat bukanlah orang-orang biasa. Mereka semua adalah generasi pilihan. Generasi yang mengiringi dan merekan risalah nabawiyyah. Generasi yang tingkat keimanannya di atas rata-rata. Mereka sangat berhati-hati dalam melangkah. Hingga di antara mereka ada yang memperoleh jaminan masuk surga. Semoga Allah merindhoi mereka semua.
Oleh sebab itu, tak heran apabila Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam berpesan kepada umatnya untuk berpegangan dan mengikuti para shahabatnya setelah belialu wafat. Nabi bersabda:
اقتدوا بالذين بعدي ابي بكر وعمر
Sabdanya yang lain:
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين من بعدي. عضوا عليها بالنواجذ
Lalu muncul istilah ahlus-sunnah wal jama'ah. Ahlussunah adalah mereka yang melestarikan sunnah Nabi. Sedangkan jama'ah adalah jama'atus-shahabah, mereka yang mengikuti para shahabat.
Benar saja, dari pada shahabat ini muncul para ulama besar. Imam-imam yang keberadaannya diakui dunia. Kemudian, mempunyai murid-murid yang merupakan bagian-bagian yang menyusun rantai emas.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam mempunyai murid yang sekaligus menjadi budaknya bernama Nafi'. Dari iman nafi' ini keluarlah orang paling alim di kota Madinah. Beliau adalah imam Malik. Ini mengisyaratkan bahwa kedudukan di dunia tidak dapat menentukan seseorang menjadi alim. Ilmu tidak memihak orang-orang kaya atau mereka yang berpangkat. Ilmu akan memberikan dirinya hanya kepada orang yang bersungguh-sungguh, siapapun dia.
Selanjutnya, menyerap ilmu imam Malik, ialah salah satu imam empat yang paling banyak penganutnya sampai sekarang, imam Syafi'i.
Berikutnya imam Syafi'i membimbing salah satu muridnya yang hingga saat ini keabsahan kitab karangannya menempati urutan kedua setelah Al-Qur'an. Beliau adalah imam Bukhary. Imam Bukhary mempunyai murid seorang imam hadist, imam Muslim. Kemudian dilanjutkan oleh imam Abi Daud, seorang ahli fiqih. Dari Abu Daud muncul imam Nasa'i.
Mulai dari Nabi Muhammad, Ibnu Umar, Nafi', imam Malik, imam Syafi'i, imam Bukhary, imam Muslim, imam Abi Daud dan imam Nasa'i, ini semua yang disebut silsilatudz-zahab.
Agaknya mustahil seseorang mampu dekat dengan Allah tanpa "SEDIKITPUN" menyerap setetes ilmu yang bersumber dari jalur emas ini. Sebab, hanya ilmu yang bersumber dari Allah yang mampu mendatangkan rasa takut serta ta'dhim, sehingga bersemilah bunga-bunga iman.
Sumber: http://www.ppalanwar.com/news/306/63/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar